Mitsaq: Islamic Family Law Journal
https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mitsaq
<p><strong><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Mitsaq: Jurnal Hukum Keluarga Islam</span></span></strong><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"> merupakan terbitan berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda. Terbitan berkala ilmiah ini memiliki kekhususan dalam kajian Hukum Keluarga Islam. Mitsaq menerima kajian-kajian terkini, baik kajian hukum doktriner-konseptual maupun kajian hukum empiris. Tim pengelola Jurnal Hukum Islam Mitsaq mengundang para dosen, mahasiswa, peneliti, dan praktisi hukum untuk berkontribusi dalam pengembangan ilmu hukum keluarga dengan menerbitkan artikel-artikelnya di jurnal Mitsaq. Tentunya setelah melalui proses telaah dan penyuntingan.</span></span></p> <p><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Jurnal ini terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Agustus. </span></span><strong><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Mitsaq: Jurnal Hukum Keluarga Islam</span></span></strong><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"> menerima artikel dalam bahasa Indonesia, Arab, dan Inggris yang merupakan hasil penelitian tesis, tesis, disertasi, penelitian dosen, dan juga penelitian lainnya.</span></span></p> <p><strong><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Mitsaq: Jurnal Hukum Keluarga Islam</span></span></strong><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"> merupakan jurnal akses terbuka, jurnal peer-review yang bertujuan untuk menyediakan wadah bagi artikel kajian hukum keluarga Islam bagi para akademisi nasional dan internasional. Beberapa disiplin ilmu yang menjadi cakupan dan ruang lingkup kajian dalam Mitsaq: Jurnal Hukum Islam adalah:</span></span></p> <p><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Munakahat Fiqih Ilmu </span></span><br><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Ushuliyah Bidang Hukum </span></span><br><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Astronomi Islam </span></span><br><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Hukum Perkawinan </span></span><br><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Islam dan Gender </span></span><br><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Fikih Keluarga</span></span></p>en-USMitsaq: Islamic Family Law Journal2986-0644FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHARMONISAN RUMAH TANGGA KARYAWAN TAMBANG BATU BARA YANG MENJALANI HUBUNGAN JARAK JAUH
https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mitsaq/article/view/7237
<p>Abstrak<br>Karyawan tambang batu bara yang berangkat kerja ke luar kota mengharuskan suami istri melakukan hubungan jarak jauh. Dengan keadaan suami istri yang berjauhan, hal ini dapat menimbulkan kekosongan peran yang seharusnya dilakukan oleh suami istri layaknya pasangan yang tinggal serumah, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi keharmonisan rumah tangga pada karyawan tambang batu bara yang melakukan hubungan jarak jauh. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris. Sumber data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara dan data sekunder berupa buku, jurnal, website dan karya ilmiah lainnya. Teknik analisis data dengan cara observasi, pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa hal yang menjadi akibat dari hubungan jarak jauh adalah kurangnya komunikasi, kekhawatiran terhadap pasangan masing-masing, tidak mengikuti tumbuh kembang anak, dan kekhawatiran pasangan berselingkuh. Faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga dalam hubungan jarak jauh adalah komunikasi dan keterbukaan pasangan. dan Upaya yang dilakukan karyawan Tambang Batubara dalam menjaga keharmonisan rumah tangga adalah dengan menjaga komunikasi yang baik, tidak saling menyalahkan, mendiskusikan masalah dengan baik dan tenang, mengurangi komunikasi yang berlebihan, memberikan perhatian dan menyediakan waktu untuk pasangan dan anak.</p>Ariska MukarramahLilik AndaryuniSulung Najmawati Zakiyya
##submission.copyrightStatement##
2024-07-312024-07-312215117110.1234/jm.v2i2.7237NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DALAM PENETAPAN NOMOR.79/PDT.P/2023/PA.SMI TENTANG KEPASTIAN HUKUM DALAM DISPENSASI KAWIN
https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mitsaq/article/view/8846
<p>Penelitian ini dilata belakangi oleh pengajuan permohonan Dispensasi Kawin<br>pada Pengadilan Agama Sukabumi. Dalam permohonannya Pemohon<br>mengajukan Dispensasi Kawin untuk anaknya karena anak tersebut bersikukuh<br>untuk melaksanakan Pernikahan. Dalam sistem hukum Indonesia, dispensasi<br>kawin merupakan prosedur hukum yang memungkinkan pasangan di bawah umur<br>untuk menikah dengan izin dari pengadilan. Proses ini diatur untuk melindungi<br>hak-hak anak di bawah umur dan memastikan bahwa pernikahan yang terjadi<br>sesuai dengan ketentuan hukum dan prinsip perlindungan anak. Namun, ada kasus<br>di mana pengadilan memutuskan perkara dispensasi kawin dengan putusan "niet<br>ontvankelijk verklaard" (tidak dapat diterima).<br>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertimbangan hukum hakim yang<br>menyebabkan suatu perkara dispensasi nikah dinyatakan "niet ontvankelijk<br>verklaard" oleh pengadilan, serta upaya hukum yang dapat dilakukan oleh<br>Pemohon dalam menyikapi putusan NO.<br>Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkara dispensasi nikah dapat dinyatakan<br>"niet ontvankelijk verklaard" oleh pengadilan jika terdapat kecacatan sayarat<br>formil dan ketidakcocokan alasan permohonan dengan ketentuan hukum yang<br>berlaku. Dalam menanggapi putusan tidak dapat diterima maka ada 2 upaya yang<br>dapat dilakukan oleh pemohon yakni; mengajukan perkaranya kembali atau<br>mengajukan upaya banding atas ketidak puasan atas putusan tersebut. Penulis<br>berpendapat bahwa dalam perkara ini pemohon dapat melakukan kedua upaya<br>tersebut namun, jika memang pemohon tidak puas akan putusan pengadilan<br>tersebut maka peneliti mengarahkan bahwa pemohon bisa mengajukan upaya<br>banding dari peradilan tingkat pertama.</p>Salma DesvianiAhsin Dinal Mustafa
##submission.copyrightStatement##
2024-07-312024-07-312217219410.1234/jm.v2i2.8846PARADIGMA PENGARUSUTAMAAN GENDER DAN ANAK BAGI MEDIATOR HAKIM TERHADAP PERCERAIAN (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KOTA TARAKAN)
https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mitsaq/article/view/8618
<p>Penulis mengangkat permasalahan atas Paradigma Pengarusutamaan Gender Dan Anak Bagi Mediator Hakim Terhadap Perceraian (Studi Di Pengadilan Agama Kota Tarakan). Pilihan judul tersebut dilatarbelakangi oleh program Pemerintah yaitu Pengarusutamaan Gender dan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum sebagai bentuk dukungan terhadap program Pengarusutamaan Gender yang dicanangkan oleh Pemerintah. Hal ini tentunya mempertanyakan kembali efektivitas atas diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 terhadap perempuan yang behadapan dengan huku terutama terkait perkara gugat cerai. Dampak pemberlakuan Program Pengarusutamaan Gender dan Peraturan Mahkmah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentunya memberi efek kepada masyarakat dan juga instansi terkait yang berhubungan dengan perceraian, sehingga perlunya peraturan tersebut dikaji kembali agar berjalan seperti tujuan awalnya, yang tentunya mencapai kesetaraan gender.</p> <p>Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris dengan menggunakan metode pendekatan normatif-empiris. Adapun metode pengambilan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi di beberapa instansi yang berhubungan langsung dalam penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum.</p> <p>Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, diberlakukannya program Pengarusutmaan Gender dan Peraturan Mahkamh Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum bertujuan untuk mencegah diskriminasi dan bias gender dalam masyarakat. Kedua, Mahkamah Agung Republik Indonesia sadar bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan mengalami diskriminasi oleh sebab itu Mahkamah Agung Republik Indonesia mengesahkan Peraturan Mahkmah Agung Nomor 3 Tahun 2017 guna menjamin perlindungan kaum perempuan dan anak dari bentuk diskriminasi apapun selama berurusan di Pengadilan. Ketiga, Mediator Hakim di Pengadilan Agama Kota Tarakan sudah paham mengenai konsep kesetaraan gender dan menerapkan konsep kesetaraan gender pada setiap proses mediasi yang dijalani. Pemberlakukan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum dapat menjadi pedoman bagi Mediator Hakim maupun Hakim diseluruh Indonesia agar tercegah dari tindakan diskriminasi dan bias gender mengingat Mediator Hakim harus betindak netral sesuai denga isi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.</p>Karina ArsaMurjani MurjaniAulia Rachman
##submission.copyrightStatement##
2024-07-312024-07-312219521310.1234/jm.v2i2.8618TINJAUAN ISTIHSAN TERHADAP PEMAKAIAN URINOAR BAGI JAMA’AH MASJID BAITUL MUTTAQIEN SAMARINDA
https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mitsaq/article/view/8768
<p>Penelitian ini dilatarbelakangi dari pengamatan peneliti mengenai toilet yang berada di <br>Masjid Baitul Muttaqien. Sebagai pusat peradaban Islam di Samarinda, pembangunan <br>fasilitas Masjid Baitul Muttaqien Samarinda harus mempertimbangkan dari segi syariat dan <br>norma-norma masyarakat. Urinoar sebagai perangkat yang mengharuskan penggunanya untuk <br>buang air kecil berdiri, menjadi suatu polemik mengenai kebolehannya. Maka dari itu, artikel <br>ini bertujuan untuk mengkaji pemakaian urinoar bagi jama’ah Masjid Baitul Muttaqien <br>Samarinda melalui tinjauan istihsan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah<br>deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menjelaskan dan memaparkan data-data yang <br>diperoleh di lapangan. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap <br>jama’ah masjid dan pengurus masjid Baitul Muttaqien Samarinda. Hasil penelitian memiliki <br>kesimpulan bahwa alasan pengurus masjid melakukan pengadaan urinoar ialah untuk <br>memenuhi kebutuhan sanitasi jama’ah jika WC jongkok sedang dalam keadaan penuh dan <br>diperuntukkan bagi jama’ah yang sedang uzur (sakit) dan pemakaian urinoar bagi jama’ah <br>Masjid Baitul Muttaqien Samarinda memiliki tingkat kedaruratan yang kecil, sehingga istihsan<br>tidak bisa dijadikan dalil atas kebolehan pemakaian urinoar secara mutlak</p>Prima Tama SaputraMateran MateranMaisyarah Rahmi Hasan
##submission.copyrightStatement##
2024-07-312024-07-312221423210.1234/jm.v2i2.8768PERSEPSI KEPALA KUA KOTA SAMARINDA TERHADAP KEDUDUKAN WALI NIKAH BAGI ANAK HASIL NIKAH SIRI DALAM TINJAUAN MAQASHID SYARIAH
https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mitsaq/article/view/6534
<p>Pernikahan siri tentunya akan berdampak kepada anak yang mereka lahirkan. Artikel ini membahas tentang persepsi Kepala KUA terhadap kedudukan wali nikah bagi anak hasil nikah siri dalam tinjauan <em>Maqashid Syariah</em>. Merupakan penelitian kualitatif, sifatnya deskriptif, menggunakan pendekatan empris normatif. Subjek penelitian yaitu Kepala KUA dan pelaku nikah siri di Samarinda. Hasil kajian, persepsi Kepala KUA terbagi menjadi dua, pertama menyatakan bahwa orang tua dari anak hasil nikah siri dapat menjadi wali karena pencatatan pernikahan adalah syarat administrasi, bukan syarat sahnya perkawinan. Pendapat kedua, pencatatan perkawinan itu bagian dari syarat keabsahannya perkawinan secara hukum agama dan negara sehingga ayahnya tidak boleh menjadi wali kecuali jika ayahnya telah melakukan sidang isbat nikah dengan ibunya. Adapun terhadap dua Persepsi yang ada bahwa persepsi pertama lebih diunggulkan karena termasuk pada <em>maqashid dharuriyat</em> yang mana melihat status wali jika sah secara syariat sudah cukup untuk menjadi wali dengan mempertimbangkan jika pernikahan anak hasil pernikahan siri ini ditunda, akan berakibat terjadinya nikah siri yang mengakibatkan terhalangnya <em>maqashid syariah</em> yakni menjaga keturunan. Sedangkan pada pendapat kedua lebih masuk <em>kepada maqashid hajiyah</em> karena bagi anak hasil nikah siri harus menunggu putusan isbat nikah kedua orang tuanya agar bisa menjadi wali dan mengurus administrasi pendaftaran nikah di KUA.</p>Sayyidil Haqqy AsharyAkhmad Sofyan
##submission.copyrightStatement##
2024-08-012024-08-012223325710.1234/jm.v2i2.6534EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG RI NO.35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK PASCA PERISTIWA TINDAK KEKERASAN ANAK DI SEKOLAH DASAR
https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mitsaq/article/view/8871
<p>Adanya keberadaan Undang-undang RI No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak satu diantaranya adalah untuk menjamin perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi Pada kenyataanya, masih banyak kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia. Kasus kekerasan tersebut sebagian besar terjadi di lingkungan sekolah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas undang-undang No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak di sekolah dasar negeri 1 Jenggolo Kepanjen Jawa Timur dengan menggunakan parameter efektivitas hukum Soerjono Soekanto. Metode penelitian ini menggunakan hukum empiris dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach). Hasil penelitian menunjukkan efektivitas perlindungan anak pasca persitiwa kekerasan pada anak ada tiga faktor sudah efektif yaitu faktor peraturan, penegak hukum dan faktor fasilitas tetapi ada dua faktor yang belum efektif dalam implementasi Undang-undang RI No.35 tahun 2014 dilembaga pendidikan tersebut pada aspek budaya hukum dimasyarakat dimana menilai perundungan verbal sebagai candaan biasa yang menjadikan asal mula tindak kekerasan dan belum efektif pada faktor masyarakatnya yaitu kebiasaan wali murid yang menganggap jika anaknya dimasukkan ke sekolah maka semua tanggung jawab pendidikan selesai diserahkan ke sekolah. Pihak sekolah terus berupaya mengembangkan program perlindunngan dengan membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan yang disebut TPPK.</p>Imam MawardyRayno Dwi Adityo
##submission.copyrightStatement##
2024-07-312024-07-312225627010.1234/jm.v2i2.8871TRADISI SESERAHAN PENGANTIN PEREMPUAN KEPADA LAKI-LAKI PADA SUKU JAWA MATARAMAN DI KABUPATEN PONOROGO (STUDI KOMPARATIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT)
https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mitsaq/article/view/8566
<p><em>The tradition carried out by the Javanese, especially in Ponorogo, is about proposing a woman to a man and this tradition has been carried out for generations with the woman paying the application fee, because the person proposing is the woman, but the dowry is the man's. And these traditional customs have developed and are implemented in Ponorogo. This research uses a type of field research using a case study approach method. The data sources used are primary and secondary data, data collection techniques through observation and interviews, and documentation. Deductive to inductive data analysis techniques for drawing conclusions. The results of this research show that the tradition of giving gifts in Ponorogo is carried out by women to men, namely the woman's family comes to the man's family with gift items which are given to the man and the application fee is covered by the woman, after that The man responds to the proposal by going to the woman's family with gifts, but there is no obligation on the part of the man to reply to the proposal. The tradition of women proposing to men is viewed in terms of 'Urf, so this tradition is included in 'Urf shohih (good norms), because in accordance with the hadith narrated by Bukhari, from this hadith it can be concluded that in Islam it is legal for a woman to come directly to the man she wants to marry her because the Prophet did not give a legal decision and forbid it and this tradition does not conflict with the texts (Al-Qur'an or hadith), does not eliminate benefits and does not create harm, and also does not make lawful what is haram and forbid what is halal. The tradition of handing over the bride to the groom, if viewed from the perspective of customary law, this tradition has been passed down from generation to generation from the time of the ancient ancestors, which has been carried out from generation to generation until now, this tradition of handing over the bride to the groom cannot simply be eliminated and must be carried out in accordance with applicable customs.</em></p>Fanni Hilma SalsabilaAzhar Pagala
##submission.copyrightStatement##
2024-07-312024-07-312227128410.1234/jm.v2i2.8566