QONUN: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun <p><strong>QONUN: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan</strong>&nbsp;is a national journal published by the Faculty of Sharia and Law, State Islamic University Samarinda. This scholarly periodical specializes in the study of constitutional Islamic law and seeks to present the various results of the latest conceptual and empirical research in the field. The editors welcome contributions in the form of articles to be published after undergoing a manuscript review, peer review, and editing process.</p> <p>The journal is published twice a year, in June and December. It was first published in 2017. It is a fully online journal, and it only accepts manuscript&nbsp;<a title="Online Submissions" href="/index.php/mazahib/about/submissions#onlineSubmissions" target="_self"><strong>submissions</strong></a>&nbsp;written in&nbsp;<strong>Indonesia</strong> or&nbsp;<strong>English</strong>&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> FASYA Press en-US QONUN: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan 2774-3209 Disharmonisasi Asas Hukum dalam Penemuan dan Penafsiran Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi (Analisis Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023) https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/11985 <p>Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan penemuan hukum dalam penafsiran putusan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dengan menggali beberapa kasus yang dimohonkan di MK yang kemudian menyebabkan adanya inkonsistensi asas hukum. Artikel ini menggunakan metode penelitian dengan melakukan pendekatan yuridis normatif, yakni dengan berfokus pada Undang-undang, Putusan MK, serta sumber hukum lainnya. Bahan sumber hukum yang diambil merupakan sumber data primer dan sekunder dengan pendekatan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan untuk menghindari disharmoni asas hukum, maka diperlukan penafsiran oleh hakim konstitusi. Dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 ditemukan penafsiran hakim konstitusi yang berbanding dengan amar putusan MK. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya <em>dissenting opinion</em> oleh hakim konstitusi hadir sebagai instrumen penyelesaian dan sebagai cerminan independensi atau kebebasan hakim dan imparsialitas hakim, rekomendasi yang diperlukan adalah dengan adanya transparansi dalam pemilihan hakim MK dalam penanganan suatu perkara untuk menghindari konflik kepentingan dalam suatu perkara.</p> Garnetta Liya Widyanti Nur Lailatul Musyafa’ah Safaruddin Harefa ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 1 28 10.21093/qj.v9i2.11985 Membangun Kesadaran Hukum Ideal di Tengah Arus Disinformasi Digital https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/11922 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana disinformasi digital memengaruhi pembentukan kesadaran hukum ideal dalam masyarakat, ditinjau dari perspektif normatif Soerjono Soekanto. Kajian ini berupaya menjelaskan bagaimana penyebaran informasi hukum yang keliru dapat melemahkan pengetahuan, sikap, dan perilaku hukum masyarakat, serta menawarkan strategi normatif-sosiologis untuk membangun kembali kesadaran hukum di era digital. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode hukum normatif-sosiologis (<em>socio-legal research</em>). Data diperoleh dari sumber sekunder yang mencakup bahan hukum primer, karya-karya Soerjono Soekanto tentang kesadaran hukum, serta literatur akademik relevan. Analisis data dilakukan melalui tahapan reduksi, klasifikasi, interpretasi teoretis, dan analisis normatif-sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disinformasi digital melemahkan tiga komponen utama kesadaran hukum, yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku hukum. Kondisi ini menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap hukum dan lembaga penegak hukum, sekaligus menormalkan tindakan menyimpang di ruang digital. Penelitian ini menegaskan bahwa pembentukan kesadaran hukum ideal memerlukan strategi terpadu yang mencakup penguatan literasi hukum dan digital, transparansi kelembagaan, serta partisipasi aktif masyarakat. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi konseptual dan praktis bagi pembuat kebijakan, pendidik hukum, dan pengelola platform digital dalam merancang model pendidikan dan komunikasi hukum yang efektif. Penelitian ini menawarkan integrasi baru antara teori normatif kesadaran hukum Soerjono Soekanto dengan fenomena kontemporer disinformasi digital. Pendekatan ini menjembatani pemikiran klasik sosiologi hukum dengan tantangan era informasi.</p> Lisa Anggraini Simalango Juita Octaviani Panggalih Husodo Devi Mustika Aullia Vivi Yulianingrum ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 29 48 10.21093/qj.v9i2.11922 Peran Ijma’ dan Ijtihad dalam Menjawab Problematika Waris Islam Modern https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/11603 <p>Hukum kewarisan Islam (faraid) merupakan instrumen penting dalam menjaga keadilan, stabilitas keluarga, dan ketertiban sosial. Namun, dinamika masyarakat modern menghadirkan persoalan baru, seperti kedudukan anak angkat, perbedaan agama pewaris dan ahli waris, serta hak waris individu berkelamin ganda (khuntsa). Permasalahan tersebut tidak secara eksplisit dijelaskan dalam nash, sehingga membutuhkan elaborasi melalui ijma’ dan ijtihad. Dari persoalan tersebut, penelitian ini merumuskan masalah: bagaimana kedudukan ijma’ dan ijtihad dalam membentuk hukum kewarisan Islam; bagaimana peran keduanya dalam memberikan kepastian hukum sekaligus menjawab masalah kontemporer; dan sejauh mana ijma’ serta ijtihad mampu menjaga relevansi hukum waris Islam di tengah perubahan sosial modern. Studi ini dilakukan dengan metode kualitatif melalui pendekatan hukum normatif yang dipadukan dengan studi pustaka. Data utama diperoleh dari literatur klasik dan kontemporer, baik kitab fikih, Kompilasi Hukum Islam, maupun artikel ilmiah, yang dianalisis secara deskriptif-analitis. Hasil kajian menunjukkan bahwa ijma’ menghadirkan kepastian hukum melalui konsensus ulama atas persoalan yang bersifat qath’i, sedangkan ijtihad berperan menghadirkan fleksibilitas hukum dengan solusi inovatif sesuai tuntutan zaman. Kombinasi keduanya menjadikan hukum kewarisan Islam tetap dinamis, relevan, dan kontekstual tanpa kehilangan otoritas syariat. Kesimpulannya, ijma’ dan ijtihad berfungsi sebagai dua pilar yang saling melengkapi: ijma’ menjaga stabilitas hukum, sementara ijtihad memastikan hukum Islam tetap adaptif terhadap perkembangan sosial.</p> Farida Syarifah Akhmad Haries ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 49 70 10.21093/qj.v9i2.11603 Perlindungan Konsumen Terhadap Jaminan Produk Makanan Halal pada Layanan Aplikasi Shopee Food https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/11322 <p style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph; line-height: 115%;"><span style="font-size: 11pt;"><span lang="EN-US" style="line-height: 115%; font-family: Cambria, serif;">Perkembangan teknologi digital telah mengubah pola konsumsi masyarakat, termasuk dalam sektor pemesanan makanan secara daring melalui layanan seperti Shopee Food. Namun, muncul persoalan mengenai kepastian hukum terhadap jaminan produk makanan halal yang dipasarkan melalui platform tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk perlindungan konsumen terhadap jaminan kehalalan produk makanan pada layanan Shopee Food berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta relevansinya dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Metode penelitian yang digunakan adalah <span style="font-family: 'Cambria',serif;">yuridis normatif</span>, dengan pendekatan <span style="font-family: 'Cambria',serif;">perundang-undangan dan konseptual</span>. Data diperoleh melalui studi kepustakaan terhadap peraturan perundang-undangan, literatur hukum, serta putusan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen dalam konteks jaminan produk makanan halal di Shopee Food masih belum optimal, karena belum adanya kewajiban bagi platform digital untuk melakukan verifikasi kehalalan terhadap setiap produk yang ditawarkan oleh mitra penjual. Shopee Food sebagai penyelenggara layanan berkewajiban memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen. Kesimpulannya, perlindungan konsumen terhadap produk makanan halal di layanan Shopee Food masih bersifat <span style="font-family: 'Cambria',serif;">preventif</span> dan belum sepenuhnya <span style="font-family: 'Cambria',serif;">represif</span> karena pengawasan dan sanksi belum efektif. Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi dan koordinasi antara <span style="font-family: 'Cambria',serif;">BPJPH, Kementerian Perdagangan, dan penyedia platform digital</span> untuk menjamin hak konsumen atas produk halal sesuai prinsip perlindungan hukum yang berkeadilan.</span></span></p> Tri Yana ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 71 100 10.21093/qj.v9i2.11322 Provision of Contraceptive Devices for School-Aged Children and Adolescents: a Comparison of Maqasid Al-Syariah and Positive Law https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/11024 <p>This study aims to examine the criticism of Maqashid al-Syariah and Positive Law against Article 103 paragraph 4 of Government Regulation No. 28 of 2024. This is a qualitative study. The research design is a literature review. The findings of this study indicate that the regulation on the provision of contraceptives for school-age children and adolescents without clearly specifying the qualifications of recipients is only applicable to those who are married. This is considered contrary to the Child Protection Law and Maqasid al-Syariah. Furthermore, the regulation on the provision of contraceptives for school-age children and adolescents is inconsistent with Article 534 of the Criminal Code, which promotes contraceptives, and Article 408 of Law No. 1 of 2023, which prohibits the promotion of contraceptives to children, with the threat of a criminal fine.</p> Andi Muh. Taqiyuddin BN Nursarah A. Conoras Ahmad Arief Suprijati Sarib Muhammad Muhammad ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 101 126 10.21093/qj.v9i2.11024 Penggunaan Bahan Kimia dalam Produk Jamu terhadap Kehalalan dan Keselamatan Produk https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/10772 <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan pelaku bisnis jamu mengenai kehalalan dan keselamatan produk, serta dampaknya terhadap ekonomi syariah dan hukum pidana. Sebagai bagian dari budaya Indonesia yang kaya, industri jamu memiliki peranan signifikan dalam perekonomian, namun juga menghadapi tantangan dalam memastikan kualitas, keamanan, dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan normatif yuridis yaitu dengan mengkaji perturan yang berkaitan dengan jaminan produk halal, keamanan pangan, serta kaidah-kaidah ekonomi syariah. Informasi diperoleh melalui tinjauan Pustaka mendalam untuk analisis normatif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sebagai pelaku usaha belum menyadari kewajiban hukum mengenai sertifikasi halal, standar keselamatan produk, implikasi ekonomi dan hukum pidana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 mengatur mengenai obat tradisional di Indonesia, Pasal 4 UUPK tentang hak konsumen, Pasal 7 UUPK tentang kewajiban pelaku usaha, BPOM Nomor 32 Tahun 2019, KUHP Pasal 204 tentang tindak pidana yang membahayakan nyawa atau kesehatan&nbsp;orang&nbsp;lain. Ketidaktahuan ini berpotensi menyebabkan pelanggaran hukum pidana dan merugikan konsumen. Dari perspektif ekonomi syariah, produk yang tidak memenuhi prinsip halal dan <em>thayyib</em> bisa merusak integritas pasar halal dan menghambat pertumbuhan ekonomi umat. Di sisi lain, dari aspek hukum pidana, ketidakpedulian dalam menjaga keamanan produk dapat dikenakan sanksi sesuai dengan aturan perlindungan konsumen dan keamanan pangan. Penelitian ini merekomendasikan penguatan aturan, sosialisasi tentang hukum, dan pembinaan berkelanjutan kepada pelaku usaha untuk menciptakan industri jamu yang aman, halal, dan sesuai&nbsp;dengan&nbsp;UU Jaminan Produk Halal Nomor 33 tahun 2014.</p> Ika Munfika Rahmadani Siti Azizah Nur Rahma ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 127 162 10.21093/qj.v9i2.10772 Willful Blindness sebagai Mens Rea Telaah Filsafat Hukum H.L.A. HART https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/12130 <p>Perkembangan kejahatan modern menunjukkan meningkatnya praktek penghindaran pengetahuan (<em>willful blindness</em>) oleh pelaku untuk terlepas dari atribusi mens rea, sehingga menimbulkan tantangan bagi asas legalitas dan prinsip kesalahan (<em>sculd</em>) pada sistem hukum pidana. Persoalan utamanya adalah <em>mens rea</em> yang berbasis kesadaran hukum dapat dikonstruksikan pada kondisi, ketika pelaku secara sengaja memilih untuk tidak mengetahui fakta yang dilarang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis legitimasi normatif dan moral dari doktrin <em>willful blindness</em> dalam kerangka filsafat hukum H.L.A. Hart, dengan fokus pada hubungan antara kondisi epistemik pelaku, struktur pertanggungjawaban pidana, dan prinsip keadilan substantif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan filosofis, konseptual, dan perbandingan hukum, serta mengkaji teori H.L.A. Hart mengenai <em>internal point of view</em>, kapasitas mengikuti aturan, dan struktur norma primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa <em>willful blindness</em> dapat dikualifikasi sebagai bentuk <em>mens rea</em> yang sah, jika memenuhi standar rasional mengenai kesadaran resiko tinggi, tindakan aktif menghindari pengetahuan, dan motivasi instrumental memperoleh manfaat atau menghindari hukum. Penerapan <em>willful blindness</em> konsisten dengan prinsip pertanggungjawaban pidana yang adil, karena pelaku tetap memiliki kapasitas deliberatif untuk menaati hukum, tetapi secara sadar menolak menggunakannya. Namun, penerapannya harus dibatasi oleh asas legalitas, <em>rule of recognition</em>, dan instrumen pembuktian yang ketat, agar tidak berubah menjadi kriminalisasi terhadap ketidaktahuan yang tidak bersalah. Dengan demikian, konstruksi <em>willful blindness</em> dalam perspektif H.L.A. Hart memberikan dasar positivistik dan moral yang simultan bagi pemidanaan kejahatan berstruktur tanpa mengabaikan kepastian hukum dan perlindungan hak asasi pelaku.</p> Panggalih Husodo Lisa Anggraini Nurul Amin Elviandri Elviandri ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 163 190 10.21093/qj.v9i2.12130 Madzhab Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja dalam Dinamika Hukum Indonesia Masa Kini : Perspektif Budaya Hukum dan Kesadaran Masyarakat https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/12225 <p>Seiring dengan perubahan sosial yang semakin kompleks, hukum dituntut berperan tidak hanya sebagai aturan, tetapi sebagai kekuatan yang mampu mendorong transformasi masyarakat secara adil dan terarah. Teori hukum pembangunan Mochtar Kusumaatmadja menegaskan bahwa hukum harus menjadi sarana pembaruan sosial, namun implementasinya masih menghadapi hambatan seperti lemahnya budaya hukum, rendahnya kesadaran masyarakat, serta potensi penyalahgunaan hukum sebagai alat kekuasaan. Penelitian ini bertujuan menilai relevansi hukum pembangunan dalam konteks kontemporer serta menawarkan kerangka evaluatif baru untuk mengukur keberhasilannya. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif melalui studi pustaka dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan hukum pembangunan tidak cukup dinilai dari regulasi, tetapi harus dilihat melalui kualitas substansi hukum, efektivitas penegakan, penerimaan masyarakat, integritas kekuasaan, dan dampak sosial. Rumusan indikator ini menjadi kontribusi baru agar hukum pembangunan tetap relevan dan berkelanjutan.</p> Rachmat Ragil Iskandar Kintan Artari Ahmad Yogi Setiawan Mardiah Mastur Rahmah ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 191 212 10.21093/qj.v9i2.12225 Kedudukan Fatwa di Berbagai Negara Muslim dan Dinamika Budaya Dalam Ikhtilaf Fiqih: Studi Perbandingan di Indonesia, Malaysia, Dan Arab Saudi https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/12065 <p>Fatwa memegang peranan penting dalam agama Islam sebagai instrumen hukum yang mampu menjembatani perkembangan hukum Islam di berbagai konteks budaya dan negara. Dalam konteks globalisasi dan penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia, fatwa menjadi kebutuhan mendesak untuk memandu umat dalam menyikapi persoalan hukum yang muncul, baik dari segi wajib, sunnah, makruh, haram, maupun mubah. Rumusan masalah penelitian ini meliputi kedudukan fatwa di berbagai negara Muslim serta dinamika budaya yang memengaruhi ikhtilaf fiqih saat ini. Pendekatan metodologi yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan elaborasi terhadap pertanyaan utama dan pertanyaan minor terkait definisi negara Muslim, kedudukan fatwa di Indonesia, Malaysia, dan Arab Saudi, serta analisis komparatifnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika fatwa sangat dipengaruhi oleh budaya dan kebiasaan setempat, menjadikan fatwa bersifat dinamis dan masif. Islam tidak dipandang sebagai produk budaya, melainkan ajarannya mampu mewarnai berbagai aspek kebudayaan masyarakat, yang terbentuk dari perpaduan antara ajaran Islam dan budaya lokal. Keragaman ini mencerminkan otentisitas Islam dan keberagaman persepsi terhadap kebudayaan Islam serta realitas sosial masyarakatnya. Implementasi fatwa terkait erat dengan konstitusi dan sistem pemerintahan negara, namun secara fundamental, fatwa merupakan bentuk ketaatan pribadi terhadap sumber hukum utama, yakni Al-Qur’an dan Hadis.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Fatwa, Negara Muslim, Budaya, Ikhtilaf Fiqih.</p> Rina Susanti Abidin Bahren ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 213 258 10.21093/qj.v9i2.12065 Pemahaman Makna “Tabarruj” dan Korelasinya dengan Trend Velocity di Tiktok https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/11845 <p>Perkembangan media sosial khususnya pada aplikasi TikTok melahirkan beragam tren digital yang memengaruhi gaya hidup dan ekspresi diri generasi muda. Salah satu tren populer adalah <em>Velocity</em>, yakni tarian atau gerakan tubuh dengan efek slow motion yang menonjolkan estetika visual. Fenomena ini, meskipun dipandang sebagai hiburan dan kreativitas, menimbulkan perdebatan etis dalam perspektif Islam, terutama terkait konsep tabarruj. Dalam literatur klasik, tabarruj dipahami sebagai perilaku perempuan yang menampakkan perhiasan, lekuk tubuh, atau kecantikan secara berlebihan di ruang publik sehingga memicu daya tarik lawan jenis. Artikel ini menggunakan metode deskriptif-analitis berbasis studi pustaka untuk menelaah korelasi antara praktik <em>Velocity </em>di TikTok dengan konsep tabarruj. Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagian konten <em>Velocity</em>, khususnya yang melibatkan pakaian ketat, gerakan sensual, atau interaksi bebas lawan jenis, dapat dikategorikan mendekati tabarruj digital. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kritis dan pemahaman syariat agar umat Islam, terutama generasi muda, dapat menyikapi tren media sosial secara bijak dengan tetap menjaga etika, kehormatan diri, dan nilai keislaman.</p> Musdalifa Musdalifa Khoirun Nisa Muhammad Ainudzaky Nur Lailatul Musyafa'ah ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 259 288 10.21093/qj.v9i2.11845 Aspek Hukum Pengalihan Hak Cipta Kepada Pihak Ketiga https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/11655 <p>Pengalihan Hak Cipta merupakan salah satu upaya yang memungkinkan pemanfaatan karya cipta secara maksimal. Melalui pengalihan Hak Cipta memberikan keuntungan secara ekonomi kepada pemegang hak, termasuk juga memastikan pengedaran dan pengelolaan yang lebih efektif. Mengalihkan hak cipta bisa secara penjualan langsung, lisensi dan bentuk transfer lainnya. Dari berbagai cara pengalihan hak cipta tersebut memiliki perbedaan ketentuan maupun mekanisme terhadap tanggung jawab dan kewenagan masing-masing sehingga perlu diatur secara jelas ketentuan hak dan kewajiban dari yang menciptakan atau yang memegang hak cipta dan penerima hak cipta supaya pengalihan hak dari hasil karya cipta memberikan kepastian dari sisi hukum bagi kedua belah pihak maupun pihak lain. Dalam pelaksanaannya pengalihan hak dari hasil karya cipta&nbsp; dapat dilaksanakan melalui berbagai bentuk seperti pengalihan hak cipta dalam bentuk kerjasama atau <em>joint ownership</em>, mengalihkan hak cipta dalam bentuk sub lisensi, mengalihkan hak dari hasil karya yang unik dan baru melalui penengah atau agen, dan pengalihan hak cipta dalam bentuk perusahaan atau konsorsium. Namun pengalihan hak cipta ini dalam prakteknya juga dapat menimbulkan berbagai pelanggaran menyangkut hukum yang tidak menguntungkan salah satu pihak. Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui lebih mendalam mengenai hak dan kewajiban yang menciptakan sebuah karya atau yang memegang hak cipta maupun yang menerima hak&nbsp; dan penerapan peraturan hukum terhadap pengalihan hak cipta kepada pihak ketiga maupun jika terjadi pelanggaran hukum dari pengalihan hak cipta tersebut. Penelitian dilaksanakan memakai metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan dari data sekunder melalui studi kepustakaan (library research).&nbsp; &nbsp;Selain itu dari penelitian ini menunjukkan berbagai bentuk cara pengalihan hak cipta kepada pihak ketiga maupun berbagai persyartan yang dipenuhi sehingga menghindari terjadinya pengalihan tanpa izin dari yang memegang hak cipta, pengalihan yang tidak berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat maupun pelanggaran lainnya. Untuk itu perlu dibuat perjanjian yang jelas dan lengkap mengenai pengalihan hak cipta yang disepakati para pihak sehingga tidak menimbulkan kerugian di kemudian hari dan melaksanakan dengan pemilihan manfaat ekonomi yang berkelanjutan sehingga menguntungkan para pihak.&nbsp;</p> <p>Keyword: Aspek Hukum, Pengalihan, Hak Cipta, Pihak Ketiga</p> Wildan Syukri Muhammad Mirza ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 289 308 10.21093/qj.v9i2.11655 Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pembagian Warisan Bagi Pasangan yang Tidak Memiliki Anak pada Masyarakat Adat Suku Makassar di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/11621 <p>Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Adapun yang menjadi pokok masalah penelitian ini adalah tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Pembagian Warisan bagi Pasangan yang tidak memiliki Anak pada masyarakat adat suku Makassar di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Dalam penelitian ini, penulis membatasi kajian pada tulisan ini yaitu: Pertama, ahli waris serta bagiannya. Kedua, waktu pembagian warisan. Jenis yang digunakan adalah penelitian lapangan <em>(field research kualitatif deskriptif</em>) yaitu pencarian data yang dilakukan secara langsung di lokasi penelitian, dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah: pendekatan syar’i, legalitas formal, dan pendekatan sosiologis. Selanjutnya metode pengumpulan data yang digunakan yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi.</p> <p>Hasil dari penelitian ini adalah dari waktu pelaksanaan warisan terdapat sistem yang tidak sejalan dengan hukum waris Islam. Dari segi ahli waris dan bagiannya bagi pasangan yang tidak memiliki anak, masyarakat adat suku Makassar menjadikan pasangan dan saudara kandung adalah sebagai ahli waris utama berdasarkan jenis harta tersebut yakni, harta yang menjadi bawaan sebelum menikah dan harta yang di peroleh atau di upayakan bersama setelah menikah. Walaupun demikian sistem pembagian warisan masyarakat adat suku Makassar sebenarnya telah tertuang pada KHI pasal 183 yaitu pembagian warisan bisa dilakukan dengan cara kekeluargaan atau jalan damai. Pembagian warisan dengan sistem kekeluargaan atau secara damai dalam hukum Islam dikenal dengan istilah takhᾱruj.</p> <p>Implikasi dari penelitian ini adalah: 1). Sistem pembagian warisan yang berlaku pada masyarakat adat suku Makassar Kecamatan Galesong, mengevaluasi unsur keadilan dan kemaslahatan keluarga, 2). Kepada para Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dan komponen lainnya, hendaknya mampu memberikan penyuluhan tentang Hukum kewarisan Islam, sehingga ada singkronisasi yang lebih signifikan antara sistem pembagian warisan menurut Adat dan menurut Agama.</p> <p><strong><em>Kata kunci :</em></strong> Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, Pasangan tanpa Anak.</p> Muhammad Ibrahim Erfendi AM Muktashim Billah ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 309 326 10.21093/qj.v9i2.11621 The Phenomenon of Early Marriage in Tanjung Agung District, Muara Enim Regency (Islamic Legal Analysis and Solutions) https://journal.uinsi.ac.id/index.php/qonun/article/view/11355 <p>Early marriage in Tanjung Agung District, Muara Enim Regency, is a crucial social issue characterized by a dualism of norms between positive law in Law No. 16 of 2019 and permissive socio-religious norms. This study aims to analyze the phenomenon of early marriage in depth, identify its causal factors, and examine the role of the Religious Affairs Office (KUA) in addressing it from the perspective of Islamic Family Law. Using qualitative methods with a descriptive juridical approach, data were collected through in-depth interviews with various key informants including KUA officers, religious leaders, community leaders, parents, and young couples and was further supported by observation and documentation studies.The results indicate that state law is ineffective in the face of dominant social norms. This practice is driven by a complex combination of economic factors, education, and moral justifications to prevent promiscuity, yet consistently produces greater negative impacts (harm). It was also found that the community's understanding of marriage readiness remains narrow, focusing on physical aspects while neglecting mental and economic maturity. As a result, marriage dispensations have shifted from being a child protection instrument to a reactive solution to social problems. The Religious Affairs Office (KUA) has played a vital role as an educational agent, but its effectiveness is hampered by strong traditions and significant gaps in ongoing post-marital support. This research confirms that effective interventions require a holistic approach that addresses economic aspects, reconstructs religious understanding, and strengthens post-marital support systems</p> Wahyudin Ibrahim Budi Kisworo Rifanto Bin Ridwan ##submission.copyrightStatement## 2025-12-19 2025-12-19 9 2 327 358 10.21093/qj.v9i2.11355